Kamis, 20 Februari 2014

Buta akan kehadiranMu



Jalanan pagi hari, sudah dihuni mesin-mesin jalan yang lajunya berusaha menyaingi gerak matahari dari kiri mau kanan jalan. Angin dingin terus berterpaan mengiringi gerak mesin itu, terlihat diseberang sana seorang buta dengan sarug dan kemeja yang terlihat lusuh, tangannya menunjuk kea rah ia akan pergi, menunggu angkutan umum yang akan membawanya pergi.” Sarapan…Sarapan..sarapan…”seorang penjual nasi bungkus menawarkan dagangannya. Si buta itu menjadi ingat sejak semalam perutnya hanya terisi hawa, acing-cacing diperutnya mulai protes ada sang “Empunya perut” . sandal jepitnya mulai bergerak dan mulutnya seolah ingin memanggil penjual nasi bungkus itu, sayang kepingan rupiah disakunya hanya cukup untuk ia berikan pada kenek nanti. Pikrannya kini tertuju pada angkutan lagi, “dun..dun..dun…” terdengar suara truk besar bermuatan setumpuk barang yang diselimuti kain lusuh berjalan perlahan agar tak kehilangan keseimbangan. Meski perlahan, truk itu tetap membawa hembusan angina yang dingin menuju tubuh si buta. Untungnya angkutan umum segea membawanya pergi, dan menghindar dari godaan yang sedari tadi menemaninya menunggu. Diangkutan itu hanya tersisa sebuah tempat duduk di sebelah jendela, disamping kanannya ada dua orang dengan tangan penuh belanjaan dan dompet gendut penuh lembaran rupiah. Si buta hanya bias menerima, selama perjalanan ia terus terdesak belanjaan dan mendengarkan keluhan dua orang tadi soal harga cabai keriting yang terus melambung tinggi. Mereka seolah tak mau tahu, disamping mereka ada orang yang makan saya tidak bias. “karcisnya mas” suara kenek itu membuat kaget sibuta, ia segera meraba saku dan mengambilkan kenek itu beberapa keeping rupiah, ia sudah hafal dengan ukurang uang lima ratusan. “mau turun mana mas?” Tanya kenek itu lagi, “Pasar Sumberrejo” sahut sibuta dengan lirih. Sesampainya ia di tempat tujuan si buta itu bergegas menuju tempat tujuannya. “Kemana saja kau sudah siang baru terlihat” seorang berpawakan batak menepuk bahunya, “hari ini tugasmu mengangkut barang-barang yang ada disana, awas jangan sampai salah jalan macam kemarin” peringan si Batak tadi. Sandal jepit si buta itu mulai menuju tumpukan barang yang sedari tadi menantinya, diangkatnya tumpukan barang-barang menuju ke sebuah truk besar tak jauh dari tempatnya mengangkat. Baru satu angkatan si buta itu sudah terusik kembali dengan suara Markinah sang pemilik toko kelontong. “sampean mau nunggak berapa lama lagi mas?, ini sudah awal bulan mestinya pak Batak sudah memberikan gaji to?” uacapnya dengan nada jawa asli. Si Buta itu tahu, kalau Markinh kini juga membutuhkan uang, namun apalah mau dikata gajinya sudah habis untuk membayar upeti untuk bank. “maafkan aku Nah, aku bulan ini belum bisa membayar hutangku” keluhnya pada Markinah. “lha mau sampe berapa lama lagi to mas, warungku bias gulung tikar kalau begini caranya” timbal Markinah. Kemudian Makinah pergii, ia bergumam “sudah kutebak mas jawabanmu”. Si Buta hanya bisa ternduk lesu, kemudian melanjutkan pekerjannya. Sudah setengah hari setelah ia tiba di pasar, dan kini azan magrib sudah mulai berkumandang. Si Buta segera bergegas menuju masjid dekat pasar, meski ia berjalan dengan menggerak-gerakkan bahunya yang menumpu beban puluhan kilo. Di ambilnya air wudhu kemudian dia menempati barisan terdepan, dia akhir sembayangnya ia berdo’a “Tuhan, jika kau berikan aku kebutaan  tidak dapat melihat indahnya ciptaan-Mu, aku tetap ikhlas dan bersyukur. Tapi Tuhan jangan sekali kau butakan aku akan besarnya cinta-Mu. Karena Tuhan Cinta yang Sejati tak lain adalah cinta dari-Mu”. Si Buta itu sadar benar selama hidupnya ia tak pernah menerima cinta yang tulus dari sesame manusia, Ayah Ibunya meninggalkannya begitu saja, orang-orang disamping selama meremehkannya, tapi hatinya tetap sabar dan tenang, tidak gelisah seperti ibu-ibu yang mengeluhkan harga cabai, atau pemilik toko kelontong yang selalu ia hutangi, karena ia sudah damai bersama cinta yang sejati, yaitu cinta dari TUHAN.

Rabu, 22 Januari 2014

Bercinta dalam Do'a

Aku adalah sebuah molekul kecil dari sebuah atom. Aku terlepas dari atom itu lalu terdampar disini, didepan meja dan tumpukan buku ini. ya, inilah aku aku adalah seorang pelajar kelas X SMA. Sekolahku menerapkan sistem pembelajaran fullday, yang menuntutku pulang sore, aku sudah menghabiskan soreku di taman depan sekolah, entah kenepa rasanya sangat nyaman berada disini, menikmati lambaian angin dan menghirup udara lalu merasakannya masuk keparu-paru. Disebelah kananku ada penjual pentol dan es yang sedanng sibuk melayani teman-temanku, aku hanya menoleh dan tersenyum. Aku melihat jamku sudah jam 5 ternyata, aku harus segera pulang jika tidak ingin ketinggalan bis. Aku pun berpamitan dengan teman-temanku lalu melambaikan tangan, kemudian bergegas membereskan buku-buku yang akan kutenteng. Aku berjalan santai sembil menikmati ciptaan-Nya, begitu indah dan terasa dasyat. Tak tersadar aku terjatuh karena sebah lubang, "Aduh...aish siapa sih yang bikin lunang disini?" aku menggerutu sambil mengusap-usap kakiku. "Air hujan, ban sepeda, dan paping yang telah usang" suara itu sekejap mengalihkan perhatianku, nampak didepankku berdiri seorang lelaki yang tinggi tegap sedang menghisap rokok dan sukses menghasilkan asap pekat. Aku tertegun dan hanya mematung, kemudian pemuda itu membereskan buku-bukuku yang terjatuh sembarangan, kemudian ia menawarkan tangannya padaku. Aku yang baru sadar dari lamunanku langsung berdiri sendiri tanpa menerima tangan lelaki itu. "Aku tidak kenapa-kenapa, sekarang kembalikan bukuku, dan biarka aku melanjutkan perjalananku" ucapku dengan cepat tanpa mempersilahkan hidungku untuk menghirup udara, lalu aku langsung merebut bukuku dan beranjak pergi. Tapi lelaki itu kemudian membalikkan badan dan berkata "jagalah dirimu sendiri, dan jangan salahkan lubang tak berdosa". Apa maksut lelaki tadi, lubang memang tidak memiliki dosa ataupun pahala. Aku tak mempedulikannya, aku hanya belalu sambil mengejar bisku yang nyaris saja pergi.

bersambung...,
mau belajar dulu besok ada post-test fisika figthing!!

Puitis, Katanya...

"gedung itu berisi kenangan, dan gedung disebelahnya berisi masa depan"
"mutiara itu akan semakin indah, setelah ia dicuri orang"
"kebahagian itu adalah rasa, bukan soal kata-kata"

by: Anita

seuntai kata untuk mentariku

"Aku mencintaimu, tapi aku juga mencintaiku duniaku.
Mengapa mencintaimu begitu sulit, hingga aku hanya dapat berdo'a untuk dapat mencintaimu.
Maka izinkanlah aku mencintaimu dalam do'a"

by Anita

Tanpa kau sadari,
ada seseorang yang terus memandangi fotomu.
mencari kabar tentang dirimu, berharap dirmu merasakan hal itu

untukmu masa laluku

by: Anita

Tidak ada teman yang sama
karena seorang teman hanya satu dan tidak ada yang bisa menyamainya

by: Anita untuk teman sepanjang masa "WANDA"

Selasa, 21 Januari 2014

Seuntai kata untuk kalian..


lihatlah senyum kalian, begitu indah bukan?,
terimakasih telah tersenyum bersamaku, terimakasih telah menghabiskan sebagian hidup kalian bersamakku.
Tiada mutiara yang pantas untuk kujadikan hadiah selain kata "terimakasih"
Bapak, Ibu, dan Kakakku.
Kalian begitu berharga, hingga tangan ini tak kuasa melepaskan genggamannya.
Banyak cobaan yang kita lalui akhir-akhir ini, tapi banyak pula kebahagiaan yang datang.
Mungkin beberapa rupiah telah lenyap dari kantong kita, tapi ada sesuatu yang mulai berbenih dalam hati kita.
Mungkin itu cara Tuhan menyampaikan sayangnya pada kita.
Atas susah dan senang ini kuucapkan TERIMAKASIH

Malam Pelampiasan

Hitam dan putih itu bertolak belakang. tapi tak pernah terpisahkan, sama seperti malam ini ramai dan sepi terjadi di satu tenpat. Dalam toko itu sepi, namun jalanan didepannya ramai, ramai oleh hilir mudik kendaraan dan hiruk pikuk anak-anak muda yang hendak menghabiskan malam ini. Sama seperti Jefri dan Niko yang memilih alun-alun kota sebagai pelampiasan omelan emaknya. Menghindar dari tugasnya berbelanja untuk keperluan jualan nasi emaknya esok pagi, mungkin ia kesal kenapa harus ia yanng belanja, padahal emaknya asyik nonton TV, sinetron kesukaannya. Ia sama sekali tak peduli dengan pr atau sebagainya. Setiap hari ia asyik menjajaki dan mencoba berbagai warung kopi di tanggul bengawan solo, sekitar pasar, alun-alun, dan wilayah ledok, seakan-akan malam itu penak dan lelahnya hilang sesaat, berganti dengan kesenangan melihat body gadis-gadis muda nan seksi, atau sekedar berjalan beriringan dengan teman yang mungkin senasip dengannya. hatinya mungkin riang melihat orang bingunng berbaur denngan orang marah, panik, kesepian, dan orang yang sibuk sendiri. Atau mungkin hanya duduk menikmati lampu taman, kembanng api, dan hilir mudik muda-mudi Bojonegoro.

*hasil Observasi Eksplorasi Produksi Teater Lentera